Senin, 18 Desember 2023 – 21:47 WIB
Jakarta – Ketua KPK nonaktif, Firli Bahuri membawa bukti dokumen penanganan kasus dugaan suap eks pejabat DJKA dalam sidang praperadilan. Hal ini telah menimbulkan polemik.
Ada pandangan, Firli Bahuri diduga melanggar UU Keterbukaan Informasi Publik, menghalangi penyidikan Pasal 21 UU KPK dan kode etik. Guru Besar Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI), Prof Suparji Ahmad, berpendapat bahwa tidak ada peraturan perundang-undangan yang dilanggar dalam penggunaan dokumen tersebut.
Suparji mengungkapkan bahwa dokumen tersebut dibawa Firli Bahuri ke persidangan praperadilan untuk kepentingan pembuktian. “Karena dokumen tersebut antara lain berupa daftar hadir rapat dan notulen, tidak bersifat rahasia negara dan diajukan sebagai kepentingan pembuktian,” ungkapnya kepada wartawan, Jakarta, Senin 18 Desember 2023.
Sebab, Suparji menjelaskan, Firli Bahuri mendalikan bahwa perkara yang dijadikan dasar penetapan tersangka terhadap dirinya tidak terlepas dari perkara yang ditangani di KPK. “Dalam rangka membuktikan dalil tersebut, maka FB menggunakan dokumen tersebut sebagai barang bukti,” ujarnya.
Suparji mengatakan bahwa sesuai prinsip pembuktian, siapa yang mendalilkan mempunyai sesuatu hak dan untuk meneguhkan haknya itu atau guna membantah hak orang lain haruslah dibuktikan adanya hak atau peristiwa itu. “Siapa yang mengemukakan atau mengaku mempunyai sesuatu hak harus membuktikan,” katanya.
Pada sisi lain, Suparji mengungkapkan bahwa dokumen tersebut telah dinilai oleh Hakim Praperadilan sebagai bagian dari pembuktian. “Dengan demikian, tidak perlu ada yang dipersoalkan lagi terkait penggunaan dokumen dari KPK sebagai barang bukti FB,” ungkapnya.