Mahasiswa di NTB menolak penerapan Asas Dominus Litis dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) karena dianggap dapat memberikan kewenangan yang terlalu besar kepada kejaksaan. Penolakan ini diungkapkan dalam simposium nasional yang diselenggarakan oleh Dewan Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Negeri Mataram (UIN Mataram) bersama Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama NTB. Simposium ini bertujuan untuk mengkritisi penerapan asas Dominus Litis yang memberikan kekuasaan penuh kepada jaksa dalam menentukan kelanjutan perkara pidana dalam peradilan. Dalam diskusi ini, para narasumber menyoroti dampak asas tersebut terhadap keadilan hukum di Indonesia serta kemungkinan reformasi hukum yang lebih inklusif dan demokratis.
Ketua DEMA UIN Mataram, Abed Aljabiri Adnan, menjelaskan bahwa asas Dominus Litis dipandang sebagai bentuk sentralisasi kekuasaan yang dapat menghambat transparansi dan akuntabilitas dalam sistem peradilan pidana. Ia berharap simposium ini dapat mendorong reformasi hukum yang lebih berpihak pada keadilan. Hal ini disampaikan juga oleh Ketua DPM UNU NTB, Muhammad Rozi, yang menekankan pentingnya peran mahasiswa dalam mengawal kebijakan hukum di Indonesia.
Selain itu, Wakil Rektor III UNU NTB, Irpan Suriadiata, menyebutkan bahwa asas Dominus Litis dapat memperkuat dominasi kejaksaan dalam proses hukum, namun perlu pengawasan ketat agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan. Praktisi hukum dari UIN Mataram, M. Riadhussyah, menyoroti bahwa asas ini menimbulkan pertanyaan tentang keadilan substantif dan perlunya pengawasan terhadap kewenangan jaksa untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan.
Simposium nasional ini diharapkan dapat memperkuat kolaborasi lintas kampus dalam memperjuangkan reformasi hukum yang lebih baik. Sebagai langkah tindak lanjut, akan disusun rekomendasi hasil simposium yang akan diajukan kepada pemangku kebijakan. Melalui upaya kolaboratif ini, mahasiswa berharap dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam perbaikan sistem hukum di masa depan.