Berita  

Pelaksanaan Tugas KPK: Batasan UU Tak Boleh Diintervensi

Pada Jumat, 9 Mei 2025, M Praswad Nugraha, Ketua Syndicate Anti Korupsi Asia Tenggara (SEA Action), menyatakan bahwa peran direksi, komisaris, dan dewan pengawas BUMN yang bukan lagi merupakan penyelenggara negara harus diabaikan dalam kasus korupsi. Hal ini disebabkan karena upaya pemberantasan korupsi telah diatur dalam UU 30 tahun 2002 jo UU 19 tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurut Praswad, UU KPK menempatkan KPK sebagai lex spesialis, yang berarti tugas KPK dalam memberantas korupsi tidak dapat diatur dalam UU lain. Oleh karena itu, dalam konteks pelaksanaan penyelidikan kasus korupsi, UU BUMN tidak memiliki wewenang. Praswad menjelaskan bahwa UU BUMN yang baru hanya berlaku dalam bisnis korporasi dan kegiatan BUMN, tidak berlaku dalam proses penyelidikan korupsi.

Lebih lanjut, Praswad mengungkapkan bahwa definisi penyelenggara negara telah diatur dalam UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Aturan ini menegaskan bahwa penyelenggara negara harus bebas dari korupsi. Praswad menekankan pentingnya KPK untuk menjalankan UU KPK, UU Tindak Pidana Korupsi, dan UU Penyelenggara Negara dengan konsisten.

Dalam konteks ini, Praswad menekankan bahwa KPK bukan lembaga yang tunduk pada aturan bisnis korporasi, karena tugas utamanya adalah penegakan hukum. Ia menyarankan agar tidak ada perubahan legislatif yang dapat melemahkan peran KPK dalam mendorong integritas bisnis. Praswad juga menyoroti bahwa UU BUMN terbaru menetapkan bahwa Direksi, Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukanlah penyelenggara negara, namun aturan tersebut hanya berlaku pada pegawai BUMN yang diangkat dan diberhentikan sesuai peraturan perusahaan.

Source link