Paus Leo XIV, yang sebelumnya dikenal sebagai Kardinal Robert Francis Prevost, memimpin misa inaugurasi di Lapangan Santo Petrus, menandai awal resmi kepausannya setelah wafatnya Paus Fransiskus. Misa yang dihadiri oleh sekitar 150.000 peziarah serta beberapa pemimpin dunia, termasuk Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan Wakil Presiden AS JD Vance, menyoroti pentingnya perdamaian, persatuan, dan kasih. Paus Leo XIV juga mengingatkan bahaya eksploitasi dan penyalahgunaan kekuasaan, menyatakan bahwa Gereja harus menjadi sumber persatuan di tengah dunia yang terpecah.
Dalam homilinya, Paus Leo XIV mengamati tantangan zaman modern, khususnya dalam nilai masyarakat terhadap teknologi, uang, dan kesuksesan dibandingkan dengan iman. Paus Leo XIV juga menegaskan perlunya Gereja untuk terus memperbarui semangat misionarisnya dalam menghadapi sekularisme yang semakin meningkat. Sebagai Paus pertama asal Amerika Serikat, ia memperkuat komitmen untuk melanjutkan reformasi Gereja yang dimulai oleh Paus Fransiskus, dengan fokus pada keterbukaan, kasih, dan dukungan terhadap yang paling lemah.
Paus Leo XIV juga mengakui tantangan yang timbul dari kecerdasan buatan (AI) sebagai ancaman besar bagi umat manusia. Meskipun teknologi membawa kemajuan, ia juga menimbulkan kekhawatiran terutama terkait dengan martabat manusia, keadilan, dan pelestarian nilai pekerjaan. Dengan mengambil nama “Leo” sebagai penghormatan kepada Paus Leo XIII, Paus Leo XIV berkomitmen untuk melanjutkan perjuangan hak-hak pekerja dan keadilan sosial.
Dalam usahanya menjangkau umat di seluruh dunia, Paus Leo XIV menyampaikan pesan-pesan perdamaian dalam berbagai bahasa serta berencana memanfaatkan media sosial resmi kepausan untuk menyebarkan pesan dialog dan perdamaian kepada para pemimpin dunia. Misa inaugurasi yang dipimpin oleh Paus Leo XIV menandai awal dari masa kepausan yang diharapkan dapat menghadirkan semangat baru dalam menghadapi tantangan global dan memperkuat peran Gereja sebagai sarana dialog dan kemanusiaan.