CEO baru Nissan telah memulai langkah-langkah drastis untuk menempatkan perusahaan yang sedang berjuang ke dalam mode pemulihan. Langkah awal yang diambil termasuk memangkas 20.000 pekerjaan, menutup tujuh pabrik, menghilangkan enam platform, mengurangi kompleksitas suku cadang, dan menghentikan pengembangan model tertentu. Perjalanan sulit produsen mobil Jepang ini dimulai sejak satu dekade yang lalu ketika Nissan menetapkan target penjualan kendaraan yang terlalu ambisius. Munculnya masalah yang lebih dalam terjadi karena penjualan hanya mencapai 3,3 juta pada tahun fiskal terbaru, jauh dari target delapan juta yang ditetapkan sebelumnya.
Menurut Motor Trend, Nissan menghabiskan banyak uang untuk meningkatkan kapasitas produksi dan tenaga kerja demi mengejar target penjualan yang tidak realistis. Di bawah kepemimpinan sebelumnya, rencana-rencana ambisius tersebut tidak berjalan sesuai harapan, menyebabkan perusahaan merugi miliaran dolar. CEO baru Nissan mengklaim bahwa masalah mendasar ini telah terakumulasi selama bertahun-tahun karena kurangnya tindakan yang diambil sebelumnya.
Dalam upaya untuk memulihkan keuangan perusahaan, Nissan telah mengumumkan “rencana Re:Nissan” yang melibatkan pemangkasan biaya dan penguatan hubungan dengan mitra seperti Renault dan Mitsubishi. Meskipun langkah-langkah ini dapat membantu, produk baru juga diperlukan untuk menyelamatkan perusahaan. Lebih dari 10 model baru dijadwalkan untuk diluncurkan di berbagai pasar, mulai dari crossover hingga SUV listrik.
Meskipun demikian, fokus utama Nissan saat ini adalah pulih dari kerugian finansial yang mereka alami, sehingga mengutamakan SUV, sedan, dan minivan dalam strategi pembangunan lebih masuk akal saat ini. Meski demikian, CEO baru Nissan tetap mendukung pengembangan mobil sport, menunjukkan minat untuk memperbarui model legendaris seperti GT-R dan Silvia. Upaya ini diharapkan dapat membantu Nissan pulih dan kembali bersaing di pasar otomotif global.
