Pemakzulan, sebuah istilah yang sering muncul dalam perbincangan politik, terkait dengan persoalan serius dalam kepemimpinan atau dugaan pelanggaran hukum oleh pejabat tinggi. Namun, apa sebenarnya definisi pemakzulan? Dan siapa yang dapat dikenai proses pemakzulan ini? Memahami dengan jelas pengertian dari pemakzulan dapat membantu masyarakat merespons perkembangan politik dengan bijak dan kritis. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah makzul diartikan sebagai kondisi dimana seseorang berhenti dari jabatannya atau turun dari tahta. Kata tersebut kemudian melahirkan bentuk turunan seperti memakzulkan dan pemakzulan, yang merujuk pada tindakan menurunkan seseorang dari tahta, memberhentikannya dari suatu jabatan, atau melepas kedudukannya secara sukarela, terutama dalam konteks kerajaan.
Proses pemakzulan menggambarkan cara atau tindakan dalam menurunkan atau memberhentikan seseorang dari jabatan tersebut. Proses pemakzulan terhadap presiden, misalnya, dapat diartikan sebagai prosedur resmi untuk memberhentikan kepala negara dari posisinya. Konstitusi telah mengatur aturan mengenai pemakzulan, meskipun tidak langsung menyebut kata makzul, memakzulkan, atau pemakzulan, melainkan menggunakan istilah diberhentikan atau pemberhentian. Pemakzulan hanya dapat diterapkan pada presiden atau wakil presiden yang sudah menjabat.
Proses pemakzulan di Indonesia diatur dengan mekanisme tertentu, dimulai dengan pendapat dari minimal 25 anggota DPR, dilanjutkan dengan pemeriksaan oleh Mahkamah Konstitusi, dan diakhiri dengan keputusan di MPR. Mekanisme ini menunjukkan bahwa pemakzulan bukanlah proses sembarangan atau didasari oleh ketidaksukaan semata. Setiap tahapan membutuhkan bukti yang kuat, proses hukum yang adil, serta pertimbangan konstitusional yang ketat. Tujuan dari pemakzulan adalah untuk menjaga stabilitas pemerintahan dan memastikan bahwa pemberhentian seorang presiden atau wakil presiden dilakukan atas dasar pelanggaran serius, bukan karena tekanan politik atau kepentingan kelompok tertentu.